Khutbah Tahun Baru: Merenungi Hakikat Umur

Khutbah Tahun Baru: Merenungi Hakikat Umur
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Hadirin Jamaah Jumat Rokhimakumulloh
Ada pemandangan yang hampir selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni banyak orang-orang larut dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya dengan kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling dinanti.

Di detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu meluapkan rasa bahagia dengan aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya, ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba.

Bahagia terhadap momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah kebahagiaan itu diekspresikan?

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Waktu adalah sebuah anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi.

Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ  وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64)

Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.

Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)

Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.

Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah (seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.

Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak.

Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan—dengan mengutip hadits—dalam kitab Ayyuhal Walad:

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ
Artinya: "Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”

Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia.

Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).

Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."

Semoga kita menjadi pribadi yang orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Aturan Dan Tingkah Laku Profesional Public Relations / Humas

INTERNATIONAL PUBLIC RELATIONS ASSOCIATION (IPRA)

Aturan Dan Tingkah Laku Profesional Public Relations / Humas

A. Integritas Pribadi dan Profesional
Seperti diketahui bahwa integritas pribadi berarti terpeliharanya baik standar moral yang tinggi maupun reputasi yang baik. Sedang integritas profesional artinya ketaatan pada anggaran dasar, peraturan dan khususnya kode tersebut sebagaimana disetujui IPRA.

B. Tingkah Laku Terhadap Klien dan Majikan
Seorang anggota mempunyai kewajiban umum berurusan secara jujur terhadap klien atau majikan, dulu atau sekarang.
Seorang anggota hendaknya tidak mewakili kepentingan yang berlawanan atau bersaing tanpa izin mereka yang bersangkutan.
Seorang anggota hendaknya menjaga kepercayaan klien atau majikan baik dulu atau sekarang.

Seorang anggota hendaknya tidak memakai metode yang cenderung menghina klien atau majikan anggota lainnya.
Dalam kegiatan pelayanan bagi klien atau majikan seorang anggota hendaknya tidak menerima bayaran, komisi atau barang apapun lainnya yang bertalian dengan pelayanan ini dari seseorang selain klien atau majikan tanpa izin klien atau majikan, yang diberikan setelah pengungkapan fakta sepenuhnya.

Seorang anggota hendaknya tidak mengusulkan kepada calon klien atau majikan bahwa bayarannya atau penggantian lain tergantung pada prestasi hasil-hasil tertentu, begitu juga hendaknya tidak mengadakan persetujuan pembayaran apapun dengan akibat yang sama.

C. Tingkah Laku Terhadap Media dan Umum
Seorang anggota hendaknya melakukan kegiatan-kegiatan profesionalnya sejalan dengan kepentingan umum dan dengan penuh hormat demi martabat pribadi.

Seorang anggota hendaknya tidak melakukan kegiatan dalam praktik apapun yang cenderung merusak integritas saluran-saluran komunikasi umum.

Seorang anggota hendaknya tidak menyebarkan dengtan sengaja informasi palsu atau menyesatkan.

Seorang anggota hendaknya di setiap waktu berusaha memberikan gambaran seimbang dan terpercaya terhadap organisasi yang dilayaninya.

Seorang anggota hendaknya tidak membentuk organisasi apapun untuk tujuan tertentu, tetapi sebenarnya untuk kepentingan khusus yang tidak diungkapkan atau probadi anggota atau klien atau majikan, demikian juga hendaknya ia tidak menggunakan organisasi itu atau organisasi yang ada semacam itu.

D. Tingkah Laku Terhadap Rekan
Seorang anggota hendaknya tidak dengan sengaja mencemarkan reputasi professional atau praktek anggota lainnya. Namun demikian, jika seorang anggota memiliki bukti bahwa anggota lain telah melakukan kesalahan yang tidak etis, illegal atau praktek-praktek tak jujur yang melanggar kode ini, hendaknya ia menyerahkan informasi itu kepada dewan IPRA.
Seorang anggota hendaknya tidak mencari mengganti anggota lainnya dengan majikan atau klien

Seorang anggota hendaknya bekerja sama dengan para anggota lainnya dalam menegakkan dan melaksanakan kode ini.

Selain IPRA, masih banyak lagi organisasi keprofesionalan PR/HUMAS memiliki kode etik profesi, di antaranya:
~ PERHUMAS
~ PUBLIC RELATIONS SOCIETY OF AMERICA  
    (PRSA)
~ ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS
    INDONESIA (APRI)
~ INSTITUT PUBLIC RELATIONS (IPR)

Khalayak Khumas

Khalayak Khumas

1. Khalayak atau Publik
Khalayak (public) adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun external. Istilah Khalayak bermakna majemuk, yakni 
publics, dikarenakan berbeda dari yang diindikasikan oleh definisi dari beberapa kamus tertentu kegiatan-kegiatan humas tidak diarahkan kepada khalayak dalam pengertian yang seluas-luasnya (masyarakat umum) . Setiap organisasi memiiki sendiri khalayak khususnya. Bahwa suatu organisasi atau perusahaan tidak hanya menyelenggarakan komunikasi dengan staf atau konsumennya saja.
2. Delapan Khalayak Utama
Delapan khalayak utama yang paling sering menjadi subyek khalayak dari berbagai macam organisasi secara umum. Kedelapan khalayak tersebut adalah:
a. Masyarakat luas;
b. Calon pegawai atau anggota;
c. Para pegawai atau anggota;
d. Pemasok jasa atau berbagai macam barang merupakan kebutuhan rutin dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan;
e. Para investor pasar uang;
f. Para distributor;
g. Konsumen dan pemakai produk organisasi; serta
h. Para pemimpin pendapat umum
Daftar tersebut kurang begitu relevan bagi organisasi-organisasi yang bersifat non komersial seperti pemerintah daerah, yayasan amal, atau angkatan kepolisian. Namun paling tidak, uraian tentang luasnya total khalayak humas memungkinkan kita bisa tahu bahwa penempatan unit humas di bawah divisi pemasaran atau personalia ( hal ini sering sekali terjadi)merupakan tindakan yang tidak pada tempatnya.
3. Analisis terhadap kedelapan khalayak Utama
Berikut ini disajikan ulasan tentang masing-masing dari kedelapan khalayak utama humas:
a. Masyarakat luas
Segmen masyarakat yang menjadi khalayak bagi suatu organisasi jelas berbeda dengan khalayak organisasi yang lain. Khalayak pasar swalayan, Pemda, instalasi nuklir, pabrik, laboratorium riset, hotel, bandara udara, pelabuhan laut, lembaga pendidikan, rumah sakit, penjara umum, barak militer, dan markas besar polisi jelas berlainan satu sama lain.
b. Calon Pegawai atau anggota
Takkan tertarik untuk melamar menjadi anggota atau pegawai suatu organisasi apabila mereka tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh organisasi itu, serta sejauh mana potensinya sebagai majikan yang baik
c. Pegawai atau anggota
Pegawai atau anggota suatu organisasi meliputi suatu orang yang bekerja pada atau menunjang suatu organisasi, yakni mulai dari pucuk pimpinan (pihak manajemen) dan para eksekutif, petugas gudang, pabrik dan laboratorium, staf kantor atau administrasi umum, staf divisi pelayanan dan penjualan, staf transportasi, dan sebagainya
d. Pemasuk
Ada dua jelis pemasok, yakni yang memasok jasa-jasa sepeti air bersih dan energi, serta pemasok berbagai macam bahan baku serta komponen produksi.
e. Masyarakat Keuangan
Kesediaan untuk membeli saham dari suatu perusahaan emiten didasarkan pada pengetahuan (calon) pembeli mengenai latar belakang, kinerja dan prospek ekonomis dari perusahaan emiten yang bersangkutan. Jika suatu perusaan gagal memberi informasi yang benar, harga sahamnya bisa merosot secara tajam. Kalau hal seperti ini terjadi dan dibiarkan berlarut-larut, maka kepemilikannya segera terancam akan diambil alih oleh pihak-pihak lain.
f. Distributor
Distributor adalah mereka yang menangani fungsi perantara antara produsen dan konsumen.
g. Konsumen dan Pemakai
Yang disebut onsumen dan pemakai produk bukan hanya rumah tangga, tetapi juga perusahaan pembeli dalam partai besar yang lazim disebut sebagai “pemasok sekunder”
h. Pencipta atau Pimpinan Pendapat Umum
Mereka sangat berpengaruh karena merekalah para pencipta atau pemimpin pendapat umum. Jika mereka mengatakan sesuatu itu baik atau buruk, masyarakat luas akan mempercayai dan mengikutinya.
4. Alasan-alasan Penetapan Khalayak
Ada beberapa alasan pokok mengapa suatu organisasi atau perusahaan harus mengenali atau menetapkan unsur masyarakat luas yang menjadi khalayaknya. Yakni:
a. Untuk mengidentifikasikan segmen khalayak atau kelompok yang paling tepat untuk dijadikan sasaran suatu program kehumasan;
b. Untuk menciptakan skala prioritas, sehubungan dengan adanya keterbatasan anggaran dan sumber-sumber daya lainnya;
c. Untuk memilih media dan teknik humas yang sekiranya paling sesuai;
d. Untuk mempersiapkan pesan-pesan sedemikian rupanya agar cepat dan mudah diterima.
5. Akibat Tidak Ditetapkannya Khalayak
Akibat yang timbul sebagai akibat dari tidak ditetapkannya kahalayak atas dilancarkannya suatu program humas.
a. Segenap usaha dan dana akan terpecah-belah oleh karena terlalu luasnya khalayak yang dituju
b. Pesan yang dikirimkan tidak ditangkap atau dimengerti sebagaimana mestinya, karena pesan itu tidak sesuai dengan karakteristik khalayak yang menerimanya
c. Total kegiatan tidak akan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sehingga penggunaan jam kerja, materi serta peralatan menjadi tidak ekonomis
d. Tujuan yang hendak dicapai luput dari jangkauan
e. Pihak manajemen (untuk humas internal) atau perusahaan klien (untuk humaas eksternal) tidak akan merasa puas dengan hasil yang ada
Penetapan khalayak dari kegiatan-kegiatan hunas merupakan elemen yang penting dari rangkaian perencanaan suatu kampanye kehumasan. Tanpa adanya khalayak yang jelas (berikut skala prioritasnya, apabila dana dan sumber daya lain yang tersedia sangat terbatas), maka organisasi yang bersangkutan tidak mungkin menemukan media dan teknik-teknik yang tepat untuk melancarkan kampanye humasnya itu.

CONTOH-CONTOH PRAKTIS KHALAYAk
6. Tiga Buah Contoh
Ketiga buah contoh organisasi yang akan dibahas di sini adalah yayasan amal, badan pariwisata nasional, dan sebuah perusahaan pembuat makanan jadi.
Nasib suatu organisasi jelas berbeda di tangan khalayaknya. Untuk itum setiap organisasi harus mengetahui apa atau siapa saja khalayak utamanya serta menjalin komunikasi yang baik dengannya. Bobot seorang manajer humas pada dasarnya terletak pada kemampuannya untuk memberikan saran-saran serta masukan bagi segenap unsur pimpinan dari organisasinya mengenai cara-cara menjalin komunikasi yang positif dengan khalayak.

Faidah dan Urgensi Niat

Faidah dan Urgensi Niat

Diantara faidah dan urgensi niat adalah:

Niat berfungsi untuk membedakan antara amalan ibadah yang satu dengan yang lain. 

Misalnya, seseorang shalat dua rakaat , bisa jadi ia meniatkannya untuk shalat fardhu, atau shalat sunah rawatib, atau tahiyatul masjid. Maka, dengan niat, seseorang membedakan apakah ia melakukan hal yang wajib ataukah hal yang sunah.

Niat berfungsi untuk membedakan perkara ibadah dan perkara adat kebiasaan manusia. 

Misalnya seseorang yang mandi, bisa jadi ia meniatkannya hanya sekedar untuk membersihkan badan (yang nilainya hanyalah sekedar kebiasaan saja) atau bisa jadi ia berniat untuk menghilangkan hadats besar (yang nilainya adalah ibadah).

Benarnya niat menunjukkan ikhlas kepada Allah.Niat yang benar merupakan sebab mendapatkan pahala.

Niat merupakan syarat sebuah amal membuahkan pahala. Amalan mubah seperti makan, minum, dan sebagainya, jika diiringi dengan niat yang benar, semisal karena memenuhi perintah Allah da RasulNya serta untuk membantu dalam melaksanakan ketaatan, maka bisa menjadi amal shalih dan pelakunya diberi pahala. 

(Al Aqd Ats Tsamiin fi Syarhi Mandzumah Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin fi Ushuulil Fiqhi wa Qawaa’idihi hal.214-215) [Rizki Amipon Dasa]

wallahu'alam (oh)

Melapadzkan Niat

Melafadzkan Niat

Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat (maksudnya mengucapkan niat sambil bersuara keras atau lirih) untuk ibadah-ibadah tertentu. Karena demikianlah yang banyak diajarkan oleh ustadz-ustadz kita bahkan telah diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

Contohnya adalah tatkala hendak shalat berniat Usholli fardhol Maghribi … atau pun tatkala hendak berwudhu berniat Nawaitu wudhu’a liraf’il hadatsi …’. Kalau kita melihat dari hadits di atas, memang sangat tepat kalau setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu. Namun apakah niat itu harus dilafalkan dengan suara keras atau lirih?!

Secara logika mungkin dapat kita jawab. Bayangkan berapa banyak niat yang harus kita hafal untuk mengerjakan shalat mulai dari shalat sunat sebelum shubuh, shalat fardhu shubuh, shalat sunnah dhuha, shalat sunnah sebelum dzuhur, dst. Sangat banyak sekali niat yang harus kita hafal karena harus dilafalkan.

Karena ini pula banyak orang yang meninggalkan amalan karena tidak mengetahui niatnya atau karena lupa. Ini sungguh sangat menyusahkan kita. Padahal Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,Sesungguhnya agama itu mudah.” (HR. Bukhari)

Ingatlah setiap ibadah itu bersifat tauqifiyyah, sudah paketan dan baku. Artinya setiap ibadah yang dilakukan harus ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits termasuk juga dalam masalah niat.

Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat yang tersebar di masyarakat atau pun di sekolahan yang mencantumkan lafadz-lafadz niat shalat, wudhu, dan berbagai ibadah lainnya, tidaklah kita dapati mereka mencantumkan ayat atau riwayat hadits tentang niat tersebut. Tidak terdapat dalam buku-buku tersebut yang menyatakan bahwa lafadz niat ini adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan sebagainya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Zaadul Ma’ad, I/201, ”Jika seseorang menunjukkan pada kami satu hadits saja dari Rasul dan para sahabat tentang perkara ini (mengucapkan niat), tentu kami akan menerimanya. Kami akan menerimanya dengan lapang dada. Karena tidak ada petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi dan sahabatnya. Dan tidak ada petunjuk yang patut diikuti kecuali petunjuk yang disampaikan oleh pemilik syari’at yaitu Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam.”  Dan sebelumnya beliau mengatakan mengenai petunjuk Nabi dalam shalat,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamapabila hendak mendirikan shalat maka beliau mengucapkan : ‘Allahu Akbar’. Dan beliau tidak mengatakan satu lafadz pun sebelum takbir dan tidak pula melafadzkan niat sama sekali.”

Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat wudhu, shalat, puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan dalilnya.Jika memang ada dalil tentang niat tersebut, maka kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat suatu perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi. Karena Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim).

Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat kami  kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhuma mengatakan,”Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92)

wallahu'alam (oh)


MI Muhammadiyah Purasari Adakan Wisuda Kelulusan 2017~2018

MI Muhammadiyah Purasari Adakan Wisuda Kelulusan 2017~2018
Author : admin

PURASARI– Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Purasari, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, pada Sabtu (23/6) mewisuda lulusan angkatan 2017~2018 yang berlangsung di halaman MI Muhammadiyah Purasari.
Para murid yang di wisuda sebagai lulusan angkatan ini berjumlah 21 orang. Dalam acara tersebut turut hadir Wali murid dan juga Pimpinan Cabang Muhammadiyah, Pimpinan Cabang 'Aisyiyah Puraseda dan juga Ortom-ortomnya, serta perwakilan apartur pemerintahan Desa.
Dalam sambutannya Kepala Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Purasari, Supadmi, S.Ag., menyampaikan rasa syukur dan gembiranya bahwa selama memimpin Madrasah sudah banyak prestasi yang didapat dan kualitas Madrasahpun dapat diandalkan.
"Syukur Alhamdulillah saya sampaikan,  Madrasah hingga saat ini sudah mendapat  berbagai prestasi dan terakreditasi B dan semoga kedepannya bisa menjadi A serta akan menjadi Madrasah Ibtidaiyah Percontohan,” harapnya.
Ia juga menyampaikan kata pesan kepada Guru-guru dan juga murid MIM serta orang tua,
Pertama, bahwa ketakwaan adalah modal dalam pergaulan dan harus dipegang teguh dimanapun,
Kedua, pesannya adalah ikutilah dengan kebaikan apabila kita melakukan suatu kesalahan sekecil apapun sebagai bentuk taubat dan harapan ampunan Alkah swt.
Ketiga, dalam pergaulan hendaknya bergaul dengan akhlak yang baik dan mencari sahabat dan teman senantiasa dalam kebaikan.
beliau juga berharap MIM Purasari dapat menjadi MI ini lebih baik dan lebih maju, Sambutnya.
Selanjutnya kepada lulusan angkatan ini, beliau berharap dapat diterima di sekolah-sekolah Negeri baik Madrasah Tsanawiyah(MTs) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta Pesantren-pesantren Terpadu yang diminati nanti.
Sementara Hamim, perwakilan wali murid/ orang tua kelas vi, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua masyarakat yang masih mempercayakan Muhammadiyah dalam mengelola pendidikan yang lebih maju nantinya,
Hamim pun merasa bangga menitipkan anaknya di MI Muhammadiyah Purasari. Kami  juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada kepala sekolah dan seluruh dewan guru yang telah menidik anak kami, pungkasnya.
Dalam acara wisuda murid MIM tersebut juga turut ditampilkan berbagai atraksi kreasi seni siswa siswi MI Muhammadiyah Purasari yang dipertontonkan langsung oleh murid MI Muhammadiyah Purasari. 
Semoga lulusan MI Muhammadiyah Purasari tahun ini dapat mengamalkan bekal keilmuan yang di miiliki dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
~~~
MIM PURASARI BUKA PENDAFTRAN MURID BARU 2018~2019.
MIM Purasari berada di bawah naungan Dikdasmen PCM Puraseda Kabupaten Bogor, dengan dilepasnya 21 siswa siswi tahun ini, MI Muhammadiyah Purasari pun kembali membuka dan menerima pendaftaran siswa siswi baru tahun ajaran 2018~2019.
Berbagai Keunggulan ditawarkan antara lain:
~Lokasi strategis,
~ masuk pagi jam 07.00 dilanjutkan dengan
~ shalat dhuha dan tadarus serta
~ muhadhoroh harian/ setiap hari.
Pembinaa karakter melalui
~ Upacara Bendera,
~ kesenian marawis,
~ kepanduan Hizbulwathan,
~ beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah,
~  jelajah alam,
~ olahraga futsal dan voli.
Program hafiz berupa hapalan surat~surat di juz 30, dan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 dibimbing oleh pendidik berkompeten.
MIM Purasari menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan tanpa pungutan.
~oh~

Keistimewaan Syawal

Keistimewaan Syawal

Tak terasa sebulan penuh kita berpuasa di Bulan Ramadhan, semoga ibadah kita mendapat ridha Allah SWT dan dengan suka cita tibalah kini di bulan syawal, bulan kemenangan dan kebahagiaan. Selamat datang Bulan Syawal.

Terdapat banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

Bulan Kembali ke Fitrah:
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam "kembali makan pagi" dan diharamkan berpuasa pada hari itu. Tibanya bulan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berhasil menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadhan, la merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari peperangan menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

Bulan Takbir:
Tanggal 1 Syawal adalah Hari Raya Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak selama satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran hingga menjelang shalat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam melaksanakan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih.

"Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah la memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan" (QS. al-Baqarah: 185).

Bulan Silaturahmi:
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling ber- maafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal.

Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

Puasa Satu Tahun:
Amaliah yang ditentukan Rasulullah saw. pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.

"Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh" (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Dalam hadis yang lain disebutkan "Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun." (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Bulan Nikah:
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka.

Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itulah kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: "Rasulullah saw menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?".

Selain dengan Siti Aisyah, Rasulullah saw. juga menikahi Ummu Salamah pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadis tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

Bulan peningkatan:
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Kata Syawal, secara harfiyah, artinya "peningkatan", yakni peningkatan ibadah sebagai hasil latihan selama bulan Ramadhan.

Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke "watak" semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.

Bulan pembuktian takwa:
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal merupakan bulan pembuktian berhasil atau tidaknya ibadah Ramadhan, terutama ibadah puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang muslim akan menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesasma, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya.

Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Wallahu a’lam. ~oh

Keadilan dan Pemimpin Yang Adil

IKHTISAR JUMAT, Keadilan dan Pemimpin Yang Adil Bandung, 1 November 2014 "Satu waktu nanti akan tiba atas umatku penguasa s...