Pintu Pintu Rejeki

Seandainya mereka tahu bahwa yang di sebut rezeki tidak hanya berupa harta atau uang tentunya mereka akan selalu bersyukur kepada Allah dengan yang mereka miliki. Arti rezeki yang sesungguhnya adalah segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah hahalkan untuk manusia, baik itu pakaian, makanan, istri dan anak-anak. Kesehatan, pendengaran, penglihatan dan segala sesuatu yang dapat manusia rasakan itulah arti rezeki yang sebenarnya.

Jadi jangan sampai kita mencela Allah setelah bekerja keras namun tidak mendapatkan harta/uang, padahal kita masih diberikan kesehatan dan kecukupan hidup. Jangan sampai kita kufur tidak kunjung mencapai keinginan meski sudah berikhtiar sekuat tenaga, namun bersyukurlah karena Allah senantiasa memberikan apa yang kita butuhkan. Ingatlah, sesungguhnya kita memerlukan apa yang tubuh butuhkan bukan apa yang kita inginkan, bukankah sangat tidak mengenakan bila Allah memberikan keinginan kita berupa rumah yang bagus namun tidak memberikan kesehatan yang sesungguhnya kita butuhkan, yang terjadi adalah kita memiliki rumah bagus namun dalam keadaan sakit-sakitan, tentu bukan kemauan kita.

Allah yang Maha Pemelihara, selain menciptakan seluruh alam semesta juga memelihara ciptaan-Nya. Allah menciptakan manusia , Dia juga mencukupi segala kebutuhannya termasuk semua rezekinya, dari lahir sampai mati Allah sudah tetapkan rezeki manusia. namun bukan berarti segala rezeki tersebut akan diterima dengan instan melainkan manusia perlu mencarinya dan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang menempatkan rezeki dibeberapa tempat. 

Berikut sumber rezeki manusia yang sudah disediakan oleh Allah:

Rezeki karena Usaha

Sumber rezeki manusia yang pertama terletak pada usahanya. Ada sebuah kata mutiara yang berbunyi “Bergeraklah, karena dalam gerakan terdapat barokah”, dalam kalimat penyemangat tersebut mengajarkan kepada manusia untuk bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dimimpikan. Tentu saja hanya orang yang akan bekerja yang akan menerima upah, Allah juga berfirman bahwa manusia akan mendapatkan sesuatu bila melakukan sesuatu.

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“ Dan bahwasanya seseorang manusia tidak memperoleh (apa-apa), selain apa yang telah di usahakannya” (QS. An Najm: 39)

Rezeki karena Bersyukur

Setelah kita mendapatkan apa yang kita usahakan, baik itu kecil atau besar kita harus mensyukurinya, karena dibalik ungkapan syukur tersebut Allah hadirkan sumber rezeki manusia. Berterima kasih kepada Allah maka Dia akan menambah rezeki kita.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memeklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” (QS. Ibrahim: 

Rezeki yang Telah dijamin

Allah berfirman dalam surat Hud ayat 6 yang berbunyi:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun dibumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat peyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Hud: 6)

Dalam ayat diatas Allah menunjukan keagungan-Nya. Dia memelihara segala sesuatu yang diciptakan-Nya, bahkan binatang-binatang yang paling terkecil dan tersembunyi kehidupannya. Dia-lah Allah yang Maha Menciptakan dan Maha Pemelihara ciptaan-Nya. Yakini dan syukurilah bahwa Allah sudah menjamin rezeki manusia.

Rezeki karena Istighfar

Dalam Al Qur’an Al Karim Allah berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

maka aku berkata (kepada mereka), Mohonlah ampunan (Beristigfar) kepada Tuhanmu, sungguh Dia Maha Pengampun (10)

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu

Kita telah mengetahui bahwa yang berupa rezeki tidak hanya harta melainkan segala sesuatu yang menyimpan manfaat bagi manusia, seperti yang termaktub dalam ayat di atas, Allah akan memberkahi orang-orang yang senantiasa memohon ampun kepada-Nya. Salah satu yang mengganjal sulitnya rezeki datang kepada manusia adalah dosa, lewat istighfar inilah Allah akan mengampuni setiap dosa dan menurunkan hujan sebagai rezeki yang berkah.

Rezeki karena Sedekah

Sumber rezeki yang ke lima adalah sedekah. Banyak kita jumpai dalam firman ataupun hadits Rasulullah tentang keutamaan sedekah, yang salah satunya adalah melipatgandakan rezeki, sebagaimana firman Allah berikut:

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjamanan yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Al Baqarah: 245)

Barangsiapa yang menyimpan rezekinya di jalan Allah, seperti bersedekah, berinfak, membantu orang lain, mengajari ilmu kepda orang yang bodoh dan sebagainya. Sesungguhnya Allah akan melipatgandakan rezeki tersebut dengan berkali-kali lipat.

Rezeki karena Menikah

Banyak yang beranggapan untuk menikah seseorang harus mapan terlebih dahulu, punya ini dan itu sehingga menjadikan beberapa pihak tertunda bahkan tidak bisa melakukan perintah Allah yang Mulia. Padahal menikah adalah salah satu sumber rezeki bagi manusia, dengan menikah masnusia akan semakin dekat dengan rezeki yang berkah. Allah berfirman:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba-hamba sahayamu laki-lelaki dan hamba-hamba sahayamu perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 32)

Dengan tegas Allah berfirman akan memberikan karunia-Nya kepada orang yang menikah. Dengan kata lain orang yang menikah akan lebih kaya dari sebelumnya.

Rezeki karena Anak

Anak merupakan anugrah terindah dari Allah yang diberikan kepada mereka yang menjalankan perintah-nya yakni menikah. Ada sebagian orang yang mengganggap anak hanya akan menambah beban hidup ini adalah anggapan yang salah. Anak adalah sumber rezeki bagi manusia, semakin banyak anak, makin luar rezekinya. Salah fatal yang menganggap anak hanya akan menjadikan miskin seseorang, karena Allah lah yang akan memberi rezeki kepada semua ciptaan-Nya. Allah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (QS. Al Isra’ : 31)

Perlu diketahui, bagi umat islam memiliki banyak anak sangat di cintai oleh Rasulullah, sebagaimana sabanya, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan bangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi nanti di hari kiamat”. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Rezeki tak terduga

Sumber rezeki manusia yang terakhir dalam artikel ini adalah rezeki yang Allah datangkan dari mana saja yang Dia kehendaki (tak terduga). Rezeki ini tentunya tidak didapat oleh semua orang, tapi hanya untuk orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, bertaqwa kepda-Nya dan selalu berusaha menjadi hamba-Nya yang taat.

Allah berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. At Thalaq: 2)

Semoga kita semua mampu mendapatkan rezeki yang diberkahi oleh Allah swt, Aamiin. Wallahu ‘Alam

Tuntunan Rasulullah dalam Menghadapi Wabah

Khutbah Jumat

Tuntunan Rasulullah dalam Menghadapi Wabah

Hamdalah, sholawat, syahadat, Ayat Alquran washiyat ketaqwaan, berdoa.

Amma Ba'du

Hadirin Jamaah Jumah Rohimakumullah.

Doa dan harapan pada Allah SWT memang menjadi senjata menghadapi berbagai masalah, termasuk wabah, Namun hanya berdoa tidak cukup untuk mencegah atau mengatasi wabah tersebut yang kasusnya masih terus meningkat di seluruh dunia.

Nabi kita Muhammad SAW telah memberi contoh pentingnya usaha selain doa. Usaha maksimal ditambah doa akan memberi hasil terbaik dibanding hanya melakukan salah satunya.

lalu apa saja langkah yang harus kita lakukan?

Pertama, Usaha Maksimal dan tawakal dalam salah satu Hadits berderajat hasan namun sangat relevan dengan kondisi saat ini, beliau bersabda.

قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، يَقُولُ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ

 أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ ‏ "‏ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ ‏"‏

Artinya: Anas bin Malik menceritakan seorang laki-laki yang berkata, "Ya Rasulullah SAW, apakah aku harus mengikat untaku dan bertawakal pada Allah SWT atau melepaskannya dan bertawakal pada Allah SWT?" Rasulullah SAW berkata, "Ikat untamu dan bertawakal pada Allah SWT." (HR At-Tirmidzi).

Kedua, karantina atau isolasi seperti saat ini. Karantina dan isolasi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ditulis dalam sebuah hadits,

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

Hadirin Jamaah Jumah Rohimakumullah.

Ketiga, menjaga jarak/ memisahkan yang sehat dengan yang sakit, dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW mengingatkan pentingnya memisahkan mereka yang sehat dan sakit. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏

 "‏ لاَ يُورِدُ الْمُمْرِضُ عَلَى الْمُصِحِّ ‏"

Artinya: Seperti diceritakan Abu Hurairah, Rasulullah SAW mengatakan, "Seseorang yang memiliki unta sakit jangan sampai membiarkan unta tersebut makan dan minum bersama unta yang sehat." (HR Ibnu Majah, Derajat hasan).

Keempat, Menjaga kebersihan, salah satunya Cuci tangan dan berwudhu, cuci tangan juga telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam hadistnya,

عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ قَرَأْتُ فِي التَّوْرَاةِ أَنَّ بَرَكَةَ الطَّعَامِ الْوُضُوءُ بَعْدَهُ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا قَرَأْتُ فِي التَّوْرَاةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ بَرَكَةُ الطَّعَامِ الْوُضُوءُ قَبْلَهُ وَالْوُضُوءُ بَعْدَهُ

Artinya: Dinarasikan Salman: Saya membaca di Taurat, berkah makanan ada di wudhu setelah menyantapnya. Lalu aku mengatakannya pada Nabi Muhammad SAW yang aku baca di Taurat. Setelah itu Rasulullah SAW mengatakan, "Berkah pada makanan ada di dalam wudhu sebelum dan setelah menyantap hidangan." (HR Tirmidzi).

Hadits lain tentang cuci tangan adalah seperti yang diceritakan Abu Hurairah 

عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْرِغْ عَلَى يَدِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَ يَدَهُ فِي إِنَائِهِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِيمَ بَاتَتْ يَدُهُ ‏"‏

Artinya: Rasulullah SAW mengatakan, "Ketika bangun tidur, kamu seharusnya cuci tangan tiga kali sebelum beraktivitas karena dia tidak tahu kondisi tangannya saat malam hari." (HR Muslim).

Hadirin Jamaah Jumah Rohimakumullah.

Kelima Berobat / tindakan medis. Bagi orang yang terlanjur sakit, Nabi Muhammad SAW mengingatkan jangan menyerah mencari obatnya. Tindakan medis dan menuruti saran dokter menjadi sarana muslim untuk sembuh, selain terus berdoa pada Allah SWT. 

Setiap oenyakit Allah siapkan obatnya. Berikut hadits yang menyatakan tiap penyakit sesungguhnya ada obatnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً ‏"

Artinya: Diceritakan Abu Huraira, Rasulullah SAW mengatakan, "Tidak ada penyakit yang Allah SWT ciptakan, kecuali Allah SWT telah menciptakan obatnya." (HR Bukhari).

Hadirin Jamaah Jumah Rohimakumullah.

Terakhir mari maksimalkan ikhtiar, ikuti anjuraan pemerintah dan ahli jesehatan, berfikirlah posiyif, banyak berdoa 

dan hanya kepada Alllah kita bertawwal dan berlindung semoga semua masalah, wabah dll segera Allah angkat dan dignti dengan RahmatNya. Aamiin.

barakallahu li walakum.

--------

Oleh Holidin : disampaikan di masjid Nurul Iman Purasari

Shalat Dhuha Menurut Rasul



Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya ingin mengetahui tata cara shalat dhuha yang benar, atau sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Demikian pertanyaan saya. Terima kasih atas perhatiannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(disidangkan pada hari Jum’at, 23 Rabi’ul Awwal 1430 H / 20 Maret 2009 M)

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaan anda,  Tata cara shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai berikut:

Dilaksanakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya bukan pada waktu matahari baru terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat, waktu shalat dhuha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
2. Jumlah rakaat shalat dhuha, dapat dilaksanakan sebanyak:

Dua rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Empat rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari ‘Aisyah).
Delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat (berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
Boleh dikerjakan dengan jumlah rakaat yang kita inginkan. Berdasarkan hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim).

Al-‘Iraqi mengatakan dalam Syarah at-Tirmidzi, “Aku tidak melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat.

Demikian juga pendapat Imam as-Suyuti, dari Ibrahim an-Nakha’i; bahwa seseorang bertanya kepada Aswad bin Yazid, “Berapa rakaat aku harus shalat dhuha?” Ia menjawab, “terserah kamu”. (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar al-Fath li al-‘Ilam al-Arabi.

Haditst-haditst yang menyatakan jumlah rakaat shalat dhuha adalah dua belas tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam, juz 2, hal. 19, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah)

Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?”, ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” [HR. Muslim]

Syu’bah meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; “Ibnu ‘Abbas melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari”. Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; “Para sahabat tidak menyukai memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya”. (Zad al-Ma’ad, juz 1, hal 128, terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)

Shalat dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah. Berdasarkan hadits:
عَنْ عِتْبَانِ بْنِ مَالِكٍ وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهَدَ بَدْرًا مِنَ اْلأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّى قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي وَأَنَا أُصَلِّى لِقَوْمِي وَإِذَا كَانَتِ اْلأَمْطَارُ سَالَ اْلوَادِى بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَى مَسْجِدَهُمْ فَأًُصَلِّي لَهُمْ وَوَدِدْتُ أَنَّكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْتِي فَتُصَلِّي فِي مُصَلَّى فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًى قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَآءَ اللهُ. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ حِيْنَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ الْبِيْتَ ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ تُحِبُّ أَنْتُصَلِّي مِنْ بَيْتِكَ. قَالَ: فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ فَقُمْنَا وَرَاءَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. [متفق عليه].

Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik —dia adalah salah seorang shahabat Nabi yang ikut perang Badar dari kalangan Ansar— bahwa dia mendatangi Rasulullah saw lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat sehingga bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya Rasulullah saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Kemudian Rasulullah saw berdiri lalu bertakbir, lalu kami pun berdiri (shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian mcngucapkan salam”. [Muttafaq Alaih].

عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ. [رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban]

Ada pula satu hadits riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari A’idz ibn ‘Amr, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada suatu kesempatan pernah melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.

Wallahu a’lam bish shawwab

Doa dan Usaha

Doa dan Usaha 


menghadapi situasi sekarang mari perbanyak berdoa kepada Allah dan maksimalkan ikhtiar dan lakukan denga sikap :

1. Tenang

Berpikir positif kepada Allah. Orang yang selalu berprasangka baik kepada Allah tidak akan pernah panik. Ketenangan hati adalah kunci sukses dalam melakukan langkah berikutnya.

2. Usaha

Harus ada petunjuk yang jelas agar bisa selamat. Kemudian mesti mengikuti petunjuk resmi tersebut pemerintah (Ulil Amri Minkum), dan jangan ikuti pendapat orang-orang yang tidak berwenang dan tidak ahli, terutama di yang disebar di media sosial (medsos).

3. Doa

Usaha tanpa doa adalah sombong, namun doa tanpa usaha adalah sia-sia. Demikianlah tuntunan dalam Islam.

4. Tawakal

Setelah berusaha dan berdoa secara maksimal, maka serahkan hasilnya kepada Allah SWT.


Allahu'alam   _oh

Dosa Durhaka Kepada Orang Tua

Dosa Durhaka Kepada Orang Tua

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ لِحِفْظِ حُدُوْدِهِ ، وَأَعَانَهُمْ بِمَنِّهِ وَفَضْلِهِ عَلَى اْلقِيَامِ بِحُقُوْقِهِ ، حَفِظُوْا حُدُوْدُ اللهِ فَحَفِظَهُمُ اللهُ ، وَاتَّجَهُوْا بِقُلُوْبِهِمْ إِلَى اْلإِسْتِعَانَةِ بِرَبِّهِمْ فَأَعَانَهُمُ اللهُ .عَلِمُوْا أَنَّ اْلأَمَّةَ لَوِاجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَنْفَعُواا لْعَبْدَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْهُ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَهُ، فَعَلَّقُوْا رَجَاءَهُمْ بِهِ، وَأَيْقَنُوْا أَنَّ اْلأَمَّةَ لَوِاجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوااْلعَبْدَ بِشَيْئٍ لَمْ يُضِرُّوْهُ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْهِ ، فَاعْتَمَدُوْا عَلَيْهِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَبِيَدِهِ مَلَكُوْتُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، اْلبَشِيْرُ النَّذِيْرُ ، السِّرَاجُ الْمُنِيْرُ ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ، وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىْ يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ:
اِتَّقُوْا اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Ibadallah,

Sesungguhnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa diingkari oleh siapapun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan susah. Dia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya. Kemudian memelihara dan menyusui dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun.

Allah ‘Azza wa Jalla memberitakan sebagian jasa tersebut dalam firman-Nya :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15).

Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak heran jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang anak, bahkan hak orang tua itu mengiringi hak Allah ‘Azza wa Jalla. Dia berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An-Nisa`: 36).

Ibadallah,

Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban yang utama

Hak kedua orang tua itu melebihi manusia manapun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini dalam hadits sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan kebaikanku?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan kewajiban berbakti kepada orang tua itu melebihi kewajiban jihad fi sabilillah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلَاهُمَا قَالَ فَتَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk hijrah dan jihad, aku mencari pahala dari Allah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, “Bahkan keduanya masih hidup.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah kamu mencari pahala dari Allah?” Dia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda, “Kalau begitu pulanglah kepada kedua orang tuamu, lalu temanilah keduanya dengan sebaik-baiknya”. (HR Muslim).

Ibadallah,

Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar.

Selain memerintahkan birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), agama Islam juga melarang ‘uququl walidain (durhaka kepada kedua orang tua), bahkan memasukkannya ke dalam dosa-dosa besar yang mengiringi syirik. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan hal ini, antara lain:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قُلْتُ وَمَا الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قَالَ الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ هُوَ فِيهَا كَاذِبٌ

Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah dosa-dosa besar itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan sesuatu dengan Allah”, ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua,” ia bertanya lagi, “Kemudian apa ?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah yang menjerumuskan”. Aku bertanya, “Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim”. (HR al-Bukhari).

Walaupun kedudukan orang tua begitu tinggi, tetapi banyak orang melupakan tuntunan agama yang suci ini. Mereka tidak peduli lagi dengan hak mereka dan tidak menunaikannya sebagaimana mestinya.

Ibadallah,

Adapun bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua atau uququl walidain adalah:
 tidak menaatinya, memutuskan hubungan dengan keduanya, dan tidak berbuat baik kepada keduanya. (Lihat Lisanul ‘Arab, karya Ibnul- Manzhur).

Fenomena durhaka kepada orang tua itu sangat banyak, antara lain sebagai berikut :

Pertama: Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra`: 23).

Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang menyakitkan orang tua, tentu sudah dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah” kepada orang tua sudah dilarang, apalagi mengucapkan kata-kata yang lebih kasar dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk, maka itu lebih terlarang.

Kedua: Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.

Ketiga: Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.

Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai bergaul, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama kawan-kawannya. Namun ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu lebih berhak terhadap kebaikannya.

Keempat: Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” (HR al-Bukhari, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits ini milik Imam Muslim)

Kelima: Memandang sinis kepada orang tua.

Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan, menghinakan, atau kebencian.

Keenam: Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.

Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam masalah duniawi, sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan masyarakat. Namun sebagian mereka kemudian merasa malu mengakui keadaan orang tuanya yang terbelakang di dalam tingkat sosial atau ekonominya.

Ketujuh: Memerintah orang tua.

Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah, mencuci baju, menyiapkan makanan. Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua. Namun jika sang ibu melakukan dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak mengapa.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ , أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله َلِيْ وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ , فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ:

اِتَّقُوْا اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Ibadallah,

Bentuk lainnya dari sifat yang merupakan durhaka kepada orang tua adalah:

Kedelapan: Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.

Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya dengan berbagai permintaan, padahal orang tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada anak yang meminta dibelikan baju-baju model baru, handphone baru, sepeda motor, atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah, kemudian meminta orang tuanya untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau meminta uang yang banyak, dan semacamnya.

Kesembilan: Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.

Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada mentaati kedua orang tuanya. Sebagian orang berlebihan dalam menampakkan kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua, tetapi pada waktu yang sama ia bersikap kasar kepada orang tuanya.

Kesepuluh: Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.

Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali tidak melakukan kebaikan untuk orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga, maupun lainnya.

Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang harus ditinggalkan. Demikian juga bentuk-bentuk lainnya yang merupakan kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allah selalu membimbing kita dalam kebaikan.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِّ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ.

(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ صلِّ وسلِّم عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلفَائِهِ الرَاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةِ اَلْمَهْدِيِيْنَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اللَّهُمَّ أعِزَّ الإسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدُ آمِناً مُسْتَقِرًّا وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ عَلَيْنَا أَمْنَنَا وَإِيْمَانَنَا وَاسْتِقْرَارَنَا فِي أَوْطَانِنَا، وَآمِّنَا فِي دُوَرِنَا وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ وَلَا يَرْحَمُنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ كُفْ عَنَّا بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَأَنْتَ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيْلًا، اَللَّهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلَادَ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلَادَ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلَادَ، آمِنَةً مُسْتَقِرَّةً وَاحْفَظْ بِلَادَ المُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْهُمْ هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ بِطَانَتَهُمْ وَابْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ (رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ).

عِبَادَ اللهِ، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)، (وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Setiap Hari Adalah Hari Kasih Sayang

Khutbah Jumat 
Setiap Hari Adalah Hari Kasih Sayang
(diambil dari majalah suara muhammadiyah)

Jamaah jum’at rahimakumullah.

Mengawali khutbah Jum’at ini, saya pribadi mengajak diri saya pribadi dan jamaah sekalian, untuk selalu bersyukur kepada Allah atas segala dan karunia-Nya yang selalu tercura kpd ikita. Hanya dengan nikmat dan karunia-Nya itulah kita sampai saat ini berekesempatan menikmati terangnya siang dan gelapmya malam serta berkesempatan melaksanakan ibadah shalat Jum’at di tempat yang diberkati ini.

Semoga Allah Yang Maha Segala-galanya terus melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita, karena hanya Dialah yang Mahakaya namun Mahapemurah, Maha Kuasa namun Mahapengasih. 

Shalawat dan salam marilah selalu kita panjatkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW yang telah memberikan bimbingan yang terbaik bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Mudah-mudahan kita dapat menyontoh pola perilaku beliau selama hidup kita di dunia ini.

Jamaah jum’at yang dikasihi Allah SwT

Sekarang ini kita berada di bulan Pebruari, bulan kasih sayang kata anak-anak muda zaman sekarang. Bulan yang pada pertengahnnya ada hari yang disebut secara sembrono sebagai hari kasih sayang atau Valentine Day. Bagi kebanyakan orang yang sudah berusia tua mungkin kurang akrab dengan istilah Valentine day atau hari kasih sayang.

Namun, istilah itu sangat akrab di kalangan anak muda. Anak-anak muda yang masih duduk di sekolah menegah pertama sampai mahasiswa semester akhir pasti akrab dengan istilah itu. 

Pada tanggal menjelang 14 Pebruari banyak anak-anak muda kita yang sibuk membeli coklat untuk dikasihkan kepada teman yang dikasihinya. Para tanggal-tanggal itu banyak anak-anak gadis kita yang masih belia sibuk mendadani dirinya pakaian dan aksesoris yang didominasi warna merah muda. Warna romantis kata mereka.

Pada hari-hari itu banyak anak-anak belia kita yang terlihat berlebihan dalam menunjukkan rasa cinta dan rasa kasih sayangnya kepada teman-teman yang mereka anggap istimewa. 

Hari-hari itu dianggap sebagai hari yang tepat untuk berkasih-kasihan. Oleh kaerena itu pada hari-hari itu banyak terjadi kecelakaan pergaulan, banyak anak muda yang “kebalablasan” dalam menunjukkan cinta kasihnya sehingga terjerumus dalam jurang perzinahan.

Sesungguhnya apakah hari kasih sayang atau valentine day itu sendiri? 

Yang jelas, valentine day adalah budaya impor dari dunia barat. Budaya itu tidak mempunyai akar dalam budaya Indonesia. Asal mula budaya ini sendiri juga sangat simpang siur. Ada yang mengatakan bersumber dari tradisi suatu agama tertentu namun ada pula yang mengatakan budaya ini tidak ada kaitannya dengan agama apapun. Mengenai asal muasal budaya Valentine Day itu ada banyak versi yang beredar. Dua di antaranya adalah

Budaya ini bermula pada abad ke-3 M, saat raja Romawi yang bernama Claudius menghukum pancung seorang pendeta bernama Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 269 M. Santo Valentine dihukum pancung karena menikahkan seorang prajurit muda peserta wajib militer kerajaan yang ingin menikah. Saat itu, tindakan Santo Valentine dianggap sebagai melawan peraturan kerajaan. Saat itu Claudius sedang getol menghimpun anak muda untuk mau jadi tentara kerajaan guna menakhlukan kerajaan yang lain. Namun hanya sedikit anak muda yang mau jadi prajurit, Caludius berpikir kalau anak muda dilarang menikah maka dia akan suka rela menjadi prajurit kerajaan karena hatinya tidak lagi terpaut dalam keluarga.

Bagi pihak gereja tertentu, tindakan Santo Valentine tersebut dianggap benar karena telah melindungi orang yang menjalin cinta, sehingga dia dinobatkan sebagai pahlawan kasih sayang. Sehingga, tercatatlah dalam sejarah bahwa setiap tanggal 14 Februari diperingati sebagai hari kasih sayang.

Versi yang lain pada masa itu ada anak muda biasa yang bernama Valentine yang ditangkap petugas kerajaan karena menolak menjadi prajurit. Saat itu semua laki-laki warga kerajaan Roma diwajibkan menjadi Prajurit Kerajaan dalam waktu tertentu. (semacam Wamil). Dia tidak mau jadi prajurit karena merasa hatinya hanya dipenuhi dengan cinta kasih, dia tidak bisa menjadi prajurit yang bertugas membunuh orang lain. Oleh karena itu dia dipenjara dan terus disiksa selama berbulan-bulan supaya tumbuh rasa benci dan hasrat membunuhnya.

Namun upaya itu tidak berhasil, akhirnya dia akan dihukum mati pada suatu pagi di tanggal 14 Pebruari. Pada malam menjelang hukuman mati itu dia menulis surat panjang yang dititipkan kepada petugas penjara. 

Ada yang mengatakan surat itu ditujkan kepada kekasihnya ada pula yang mengatakan suarat itu ditujukan kepada ibunya. Yang jelas surat itu ditujukan kepada perempuan yang lumpuh dan buta namun sangat dia kasihi. 

Inti surat itu adalah permintaan maaf karena tidak bisa lagi mengurus dirinya. Dia tidak aka bisa lagi bercerita tentang indahnya pagi ketika matahri menyingsing dan bunga-bunga bermekaran, tentang indahnya senja ketika burung-butrung pulang ke sarang, tentang indahnya malam ketika bintang berenang di antara mega dan lain sebagainya. 

Konon siapapun yang membaca atau mendengar orang membaca surat itu pasti akan menitikkan air mata dan terguncang semua saraf cinta kasihnya.

Lepas dari asal mulanya, inti dari tradisi Valentine adalah mengistimewakan satu hari tertentu (14 Pebruari) untuk menunjukkan kasih saying kepada orang yang dikasihi. Bisa kepada suami/istri kita, kepada teman atau kepada anak/orangtua.

Jamaah jum’at yang disayangi Allah SwT

Bagaimanakah dengan agama Islam? Apakah Islam juga mengenal hari kasih sayang? Jawabannya adalah YA. Namun, agama Islam tidak pernah mengkhususkan hari dan tanggal tertentu untuk menunjukan rasa kasih sayang kita kapada sesama. Islam malah mewajibkan umatnya untuk merayakan hari cinta kasih itu setiap hari dan setiap saat. 

Bukankah di dalam Islam ada tuntuntan untuk memulai segala sesuatu dengan mengucap kalimat basmallah, bismillahirahmirrahim yang berarti dengan menyebut nama Allah yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang.

Tentu saja cara merayakan Kasih sayang menurut agama Islam itu berbeda dengan cara kaum jahiliyah dalam merayakan cinta kasihnya. 

Cara menunjukan kasih sayang kita kepada orang tua adalah dengan menghormati dan memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana tuntunan Allah dalam surat Al-Luqman. Cara menunjukan kasih sayang kita kepada yang lebih muda adalah dengan membimbing mereka supaya selalu teguh di jalan Allah. Dan sebagainya.

Yang jelas cara menunjukan kasih sayang di dalam Islam adalah tidak dengan cara berkasih-kasihan antar sesama anak muda. Karena cara berkasih-kasihan dan berpacar-pacaran seperti yang dilakukan kebanyakan anak muda sekarang ini adalah perbuatan yang nyerempet bahaya. Yaitu bahaya Zina. Dalam hal ini dengan snagat jelas Allah sudah berfirman

Dalam Suarat Al-Isra’ (17) ayat 32
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

Cara merayakan hari kasih sayang dengan cara anak-anak muda zaman yang sekarang ini harus kita tinggalkan.

Jamaah jum’at yang dikasihi Allah SwT

Virus Valentine day yang berkembang secara sesat ini harus kita waspadai karena awal bulan januari 2016 yang lalu ada sebuah harian yang memberitakan kalau di pada malam pergantian tahun 2015 ke 2016 omzet penjualan kondom di apotek maupun di supermaket melonjak 100%. Kejadian itu terjadi di beberapa kota besar dan kecil di Indonesia.

Setiap Hari Adalah Hari Kasih Sayang

Para pembeli kondom di malam tahun baru itu hampir semuanya berusia belia. Remaja yang duduk di bangku sekolah menengah maupun mahasiswa yang masih mencari ilmu di bangku-bangku kuliah. Para belia pembeli alat pencegah kehamilan di malam tahun baru itu kemungkinan besar adalah remaja yang belum mempunyai status sebagai suami maupun sebagai isteri. Jadi, sangat kecil kemungkinannya alat kontrasepsi itu dipakai secara halal. Apakah para remaja yang membeli alat pencegah kehamilan itu karena disuruh orangtuanya? Sepertinya juga tidak mungkin. Kemungkinan besar alat itu akan mereka pakai sendiri.

Kalau kita cermat membaca pemberitaan media, baik media cetak maupun media eloktronik, kejadian peningkatan omzet penjualan alat kontrasepsi ini akan selalu berulang dan berulang lagi. Setiap tahun penjualan kondom akan mengalami lonjakan dua kali yaitu. Di malam tahun baru dan pada tanggal 14 Pebruari, yang biasa disebut oleh anak-anak muda sebagai valentine day.

Jamaah jum’at yang diberkahi Allah SwT

Setiap zaman mempunyai tantangan masing-masing. Salah satu tantangan dan ujian kita saat ini adalah gelombang budaya sesat produk kaum kapitalis yang serakah. Gelombang budaya yang hanya menuruti nafsu kemanusiaan yang mengejar kesenangan sesaat. Salah satunya contoh dari gelombang budaya yang sesat adalah perayaan hari Valentine yang sekarang banyak dirayakan oleh anak-anak belia kita.

Kita tentu tidak cukup kalau hanya mengutuk dan mencaci anak-anak belia yang sebenarnya adalah korban dari hantaman gelombang budaya sesat dan jahiliyah itu. Daripada sibuk mengutuk dan memberikan dalil-dalil agama yang mungkin tidak mereka mengerti, tampaknya kita lebih baik selalu memberi mereka nasehat dengan cara yang ma’ruf, memberi pengertian secara perlahan namun ajeg, serta memberi contoh yang nyata dalam menunjukan rasa cinta dan kasih sayang kita kepada sesama manusia.

Dan yang tidak kalah penting adalah senantisa waspada dan senantiasa memperkuat dasar iman di hati kita dan keluaraga kita..

Akhirnya, marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa, semoga Allah SwT berkenan memberikan kepada kita nalar yang jernih dan hati yang terbimbing sehingga kita bisa lulus dari semua ujian yang diberikan kepada kita. Dan semoga kita termasuk orang yang senantiasa bergegas dalam melaksanakan kebaikan. Amin.

Hadits Keempat Puluh

Hadits Keempat Puluh
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
[رواه البخاري]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu “
(Riwayat Bukhori)
Pelajaran :
1.     Bersegera mengerjakan pekerjaan baik dan memperbanyak ketaatan, tidak lalai dan menunda-nunda karena dia tidak tahu kapan datang ajalnya.
2.     Menggunakan berbagai kesempatan dan momentum sebelum hilangnya berlalu.
3.     Zuhud di dunia berarti tidak bergantung kepadanya hingga mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala untuk kehidupan akhirat.
4.     Hati-hati dan khawatir dari azab Allah adalah sikap seorang musafir yang bersungguh-sungguh dan hati –hati agar tidak tersesat.
5.     Waspada dari teman yang buruk hingga tidak terhalang dari tujuannya.
6.     Pekerjaan dunia dituntut untuk menjaga jiwa dan mendatangkan manfaat, seorang muslim hendaknya menggunakan semua itu untuk tujuan akhirat.
7.     Bersungguh-sungguh menjaga waktu dan mempersiapkan diri untuk kematian dan bersegera bertaubat dan beramal shaleh.
8.     Rasulullah memegang kedua pundak Abdullah bin Umar, adalah agar beliau memperhatikan apa yang akan beliau sampaikan. Menunjukkan bahwa seorang pelajar harus diajarkan tentang perhatian gurunya kepadanya dan kesungguhannya untuk menyampaikan ilmu kedalam jiwanya. Hal ini dapat menyebabkan masuknya ilmu, sebagaimana hal itu juga menunjukkan kecintaan Rasulullah kepada Abdullah bin Umar, karena hal tersebut pada umumnya dilakukan oleh seseorang kepada siapa yang dicintainya.

sumber : hadits arbain annawai

Keadilan dan Pemimpin Yang Adil

IKHTISAR JUMAT, Keadilan dan Pemimpin Yang Adil Bandung, 1 November 2014 "Satu waktu nanti akan tiba atas umatku penguasa s...