Sudahkah Kita Memaksimalkan Waktu?
Penaku. Merenungi apa saja yang sudah dilakukan di tahun ini menjelang pergantian tahun, tentu tak bisa terlepas dari waktu dan kesempatan.
Waktu dan kesempatan adalah sesuatu yang memiliki nilai sangat berharga dalam kehidupan seorang muslim. Tidak ada seorang pun yang sanggup membeli waktu dan kesempatan. Sungguh ia berlalu begitu cepatnya, dan tidak mungkin waktu mundur ke belakang walau sesaat. Maka demikianlah Islam memandang begitu berharganya waktu.
Waktu dan kesempatan merupakan modal utama seorang muslim dalam mengarungi kehidupan yang singkat ini. Kesempatan yang sudah berlalu tak akan kembali. Maka siapa saja yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya, sungguh orang tersebut telah menyia-nyiakan kebaikan yang begitu besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam begitu perhatian dengan waktu sehingga beliau bersabda dalam hadits sahih:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ؛ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang.”(HR. Al-Bukhari No. 5933)
Orang yang merugi adalah ia yang abai terhadap waktu. Orang tersebut ibarat penjual yang menjual barang dagangannya dengan harga yang lebih murah dari semestinya, atau ia membelinya dengan harga yang terlampau mahal dari yang seharusnya. Hendaklah setiap muslim menggunakan waktu dan kesempatan hidup dengan sebaik-baiknya.
Waktu seorang hamba itu ada empat, tidak ada yang kelima; pertama, waktu Ketika mendapat nikmat; kedua, waktu ketika sedang diuji; ketiga, waktu ketika sedang taat; keempat, waktu ketika sedang maksiat.
Pada tiap-tiap waktu tersebut ada hak Allah sebagai Sang Pencipta yang harus tetap dipenuhi oleh setiap hamba.
Jika seorang hamba sedang berada di waktu taat, maka ia harus menyadari betul bahwa segala apa yang ada pada dirinya saat itu adalah nikmat dari Allah. Allah lah yang telah membimbingnya untuk taat dan memberinya kekuatan untuk berada di jalan ketaatan.
Jika seorang hamba sedang berada di waktu ketika ia mendapat nikmat, maka ia harus terus bersyukur.
Jika seorang hamba berada di waktu maksiat, maka ia harus segera bangkit dari kemaksiatan itu untuk kemudian bertobat dan istighfar sesering mungkin.
Jika seorang hamba sedang berada di waktu ketika ia mendapat ujian dari Allah, maka jalan yang harus ia tempuh adalah jalan ridha dan sabar.
Sebagai penutup mari renungi sabda Nabiyyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ، وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ
“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanyakan (4 perkara): 1) umurnya untuk apa dia habiskan,2) ilmunya untuk apa dia amalkan,3) hartanya dari mana dia peroleh dan untuk apa dia habiskan, 4) dan tubuhnya untuk apa dia gunakan.” (HR. At-Tirmidzi No. 2341)
Wallahu'alam (/oh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar